Revisit Kasus Pencemaran Lumpur Lapindo : Penyebab & Dampak Lingkungan
15 tahun sudah Lumpur Lapindo menyembur ke tanah Sidoarjo. Ada yang masih ingat ? kira-kira apa dampaknya pada lingkungan ? Mari kita bahas…
Dalam studi kasus ini saya bekerjasama dengan 9 anggota tim lainnya. Yaitu Bapak/Ibu : Tarminingsih, Prof. A. Kadim, Tonasi, D Sulistianingsih, E Agustina, G Gunawan, B Futuray, Lingga M, J Ayulina.
Seperti yang kita ketahui di sekitar Jawa Tengah, Jawa Timur sampai Madura, banyak dijumpai Gunung Lumpur (Mud Volcano) atau dalam bahasa Jawa lebih dikenal dengan nama Bledug. Salah satu contoh Bledug adalah Bledug Kuwu, Bledug terbesar di wilayah Kabupaten Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah. Semburan lumpur Bledug Kuwu ini sudah berlangsung sangat lama dan belum pernah berhenti mengeluarkan lumpur, gas dan air asin. Yang kemudian dimanfaatkan oleh penduduk setempat dengan menambang air garamnya menjadi garam darat yang bermutu tinggi. Dikedalaman tertentu lumpur ini memiliki sumber yang terbenam sudah sangat lama akibat proses alam (proses geologi). Karena berbentuk lumpur, maka apabila tertekan dari atas muka tanah, akan menimbulkan tekanan dan energi potensial tekanan itu tersimpan di kedalaman tertentu.
Beberapa lumpur dari Bledug (Mud Volcano) keluar dari perut bumi secara alami, bisa melalui rekahan atau patahan (area tanah yang lemah) yang disebabkan adanya proses alam, namun ada juga yang tidak sengaja terganggu oleh perbuatan manusia, seperti pemboran sumur. Mulai dari sumur dangkal 10–150 m (untuk mencari air bersih) ataupun sumur yang lebih dalam untuk mencari sumber migas (500–5000 m). Kalau pemboran ini tidak dilakukan dengan hati-hati dan mengikuti SOP, maka bisa saja apabila menembus lapisan tanah yang mengandung lumpur bertekanan tinggi dan apabila tekanan dari bawah tidak bisa diimbangi dengan tekanan dari atas pada lubang bornya, maka bisa mengakibatkan terjadinya kecelakaan berupa semburan liar (Blow Out). Hal demikianlah yang mengakibatkan keluarnya lumpur secara terus menerus dan apabila usaha untuk mengatasi semburan lumpur tidak berhasil, maka lumpur ini kemudian akan menumpuk dan mengering membentuk semacam kerucut seperti gunung, namun tidak terlalu besar seperti gunung api pada umumnya. Inilah yang disebut Gunung Lumpur (Mud Volcano).
Yang terjadi di Bledug Kuwu dan beberapa tempat disekitarnya adalah karena proses alam, akan tetapi yang terjadi di kasus Lumpur Sidoarjo adalah akibat ulah manusia yang melakukan pemboran sumur yang dalam untuk mengeksplorasi sumber migas di dalam perut bumi. Sebetulnya kasus terjadinya semburan liar (blow out) atau keluarnya minyak, gas, air atau lumpur (fluida) dari dalam perut bumi ketika sedang dilakukan pemboran migas bukan yang pertama terjadi. Resiko pemboran eksplorasi migas memang akan selalu menghadapi kasus seperti ini apabila pemboran melalui lapisan tanah didalam perut bumi yang mengandung fluida atau gas dengan tekanan tinggi. Ada yang berhasil diatasi, namun ada juga yang menimbulkan tragedi kecelakaan dan seluruh fasilitas rig (suatu instalasi peralatan untuk melakukan pengeboran ke dalam reservoir bawah tanah untuk memperoleh air, minyak, atau gas bumi, atau deposit mineral bawah tanah) untuk pemboran biasanya terbakar dan amblas, ada juga yang masuk ke lubang bornya yang runtuh. Apabila terjadi di hutan atau di tengah laut maka yang terganggu adalah lingkungan, sedangkan kalau lokasi pemboran itu berada didaerah pemukiman padat penduduk seperti di Sidoarjo, maka ada resiko lain yaitu menimbulkan gangguan terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat dan pemukiman tempat tinggal mereka.
Dari berbagai sudut pandang dan pendapat ahli bidang migas, maka dugaan atas meluapnya lumpur Lapindo adalah kurang telitinya Lapindo dalam melakukan pemboran sumur eksplorasi dan masalah SOP. Kedua hal tersebut sudah terlihat dimana rencana pemboran tidak sesuai dengan realisasi di lapangan. Apabila ada situasi dimana antara rencana awal (karena sifatnya prediksi kedalaman lapisan batuan di dalam perut bumi sehingga sulit diprediksi) dengan kenyataan di lapangan berbeda, seharusnya bisa diatasi dengan membuat penyesuaian dan kemudian dibuat berita acara untuk melakukan koreksi terhadap realisasi kedalaman tersebut. Hal ini sering terjadi dan merupakan hal biasa kalau prediksi dengan realisasi ada perbedaan. Menurut rencana, Lapindo seharusnya memasang selubung (casing) pada kedalaman tertentu sesuai rencana awal. Namun Lapindo pada kedalaman yang kritis ternyata tidak memasang selubung. Lapindo berencana akan memasang selubung lanjutan setelah mencapai realisasi kedalaman di daerah target pemboran berupa lapisan batu gamping. Ketika pemboran mencapai batuan ini, lumpur pemberat penyeimbang yang dipakai untuk pemboran bertekanan tinggi sudah mulai menerobos ke pori-pori batu gamping, sehingga terjadi kehilangan lumpur pemboran atau loss. Lapindo masih bisa mengatasi dengan menambah volume lumpur yang dipompakan. Kejadian loss ini mengakibatkan penambahan lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur dari bawah habis. Lapindo berusaha menarik rangkaian alat bornya, tetapi tidak bisa. Akhirnya mata bor dipotong dan operasi pemboran dihentikan serta perangkap BOP (Blow Out Proventer) ditutup. Akan tetapi, karena BOP ditutup maka fluida yang bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas dan tidak melalui lubang bor yang terutup, sehingga fluida tersebut kemudian mencari jalan lain untuk bisa keluar ke permukaan. Karena di daerah tertentu di sekitar lokasi sumur ada daerah lemah, sehingga fluida lokasi tempat penyemburan tidak terjadi di sekitar sumur melainkan di beberapa tempat di sekitarnya yang merupakan daerah lemah (berupa daerah tempat patahnya lapisan bumi atau patahan).
Oleh karena itu terjadilah semburan lumpur Lapindo. Lokasi terjadinya semburan liar (blow out), bukan di tempat dimana peralatan bor didirikan, tetapi di beberapa tempat disekitarnya yang merupakan daerah lemah/patahan. Usaha untuk mematikan semburan liar ini segera dilakukan. Para ahli semburan liar (nasional maupun asing) didatangkan, dengan segala teknologi dan keahliannya, namun belum ada yang berhasil menahan laju derasnya aliran fluida liar ke permukaan. Dengan berjalannya waktu dan volume fluida yang dikeluarkan terus menerus, maka daerah pemukiman disekitarnya yang awalnya pemukiman penduduk menjadi terendam fluida dan terjadilah bencana banjir lumpur yang menggenangi beberapa desa/kecamatan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Terlepas dari aspek kesalahan manusia (human error), dimana dalam suatu proyek pemboran eksplorasi migas yang membutuhkan biaya besar dan teknologi canggih harus dilakukan dengan mengikuti SOP yang dilakukan mulai dari tahap perencanaan, kemudian dieksekusi di lapangan. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya luapan lumpur Lapindo, misalnya pelanggaran SOP, kaitannya dengan Gempa Yogyakarta yang berlangsung pada hari yang sama, aspek politik yaitu eksplorasi migas untuk kepentingan pemerintah, dan aspek ekonomis yaitu untuk menghemat biaya pengeluaran (efisiensi).
Dampak yang ditimbulkan dari semburan lumpur Lapindo ini sangat banyak, terutama bagi warga masyarakat sekitar. Dampak yang ditimbulkan memiliki beberapa aspek, seperti dampak sosial dan pencemaran lingkungan. Ada beberapa dampak sosial yang terjadi akibat luapan lumpur Lapindo, misalnya dampak terhadap perekonomian di Jawa Timur, dampak kesehatan, dan dampak pendidikan.
- Dampak pada perekonomian mengakibatkan Lapindo mengeluarkan dana untuk mengganti tanah masyarakat dan membuat tanggul. Tinggi genangan lumpur mencapai 6 meter di pemukiman warga sudah membuat warga rugi atas tempat tinggal, lahan pertaniannya dan perkebunan yang rusak. Pabrik-pabrik rusak tidak bisa difungsikan untuk proses produksi, sarana dan prasarana (jaringan telepon dan listrik) juga tidak berfungsi, terhambatnya ruas jalan tol Malang-Surabaya yang mengakibatkan aktivitas produksi dari Mojokerto dan Pasuruan yang selama ini menjadi salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.
- Dampak Kesehatan, Gas Metana (CH4) yang beracun banyak menyebabkan penyakit bagi warga yang menghirupnya. Tercatat dampak kesehatan di Puskesmas Porong menunjukkan banyaknya penderita infeksi saluran pernafasan yang semakin meningkat sejak 2006 lalu hingga mencapai 52.543 orang di 2009. Selain itu, juga penderita gastritis melonjak dari 7.416 di tahun 2005 menjadi 22.189 orang di 2009.
- Dampak Pendidikan, ada 33 sekolah tenggelam dalam lumpur dan sampai Juni 2012 belum ada sekolah yang dibangun lagi. Akhirnya pendidikan yang harusnya dirasakan oleh pelajar terbengkelai.
- Dampak Lingkungan, pencemaran lingkungan sangat merugikan, karena lingkungan berdampak langsung pada aktivitas manusia. Sehingga aktivitas manusia harus berhenti. Selain itu, Bencana lumpur Lapindo juga telah mencemari lingkungan sekitar dari wilayah yang digenangi, seperti areal persawahan dan ladang milik warga. Banyak ternak milik warga yang ikut mati dalam bencana ini. Menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), secara umum pada area semburan lumpur dan sungai Porong telah tercemar oleh logam Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) yang cukup berbahaya bagi manusia apalagi dengan kadar yang jauh di atas ambang batas. Lumpur Lapindo juga memiliki kadar PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) dalam lumpur Lapindo yang mencapai 2000 kali di atas ambang batas bahkan ada yang lebih dari itu. Kandungan PAH sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Namun disisi lain ada beberapa dampak positif yang dapat dirasakan, walau dampak positif tersebut tidak dapat menanggulangi banyaknya dampak negatif yang terjadi. Dampak Positif Bencana lumpur Lapindo, yaitu :
- Mineral lumpur Lapindo tersebut dapat digunakan untuk pembuatan tubuh keramik dengan pembakaran antara suhu 800–900ºC dan untuk pembuatan keramik hias dengan pembakaran suhu 1.400ºC serta pembuatan batu bata, batako dan genteng.
- Mineral lumpur Lapindo dapat dikembangkan untuk dijadikan sumber daya energi non konvensional, yaitu dalam pembuatan baterai seperti baterai yang diciptakan oleh Aji Christian Bani Adam, Oki Prisnawan, Yoga Pratama dan Umarudin. Baterai ini telah menjadi juara kedua dari kompetisi Technopreneurship Pemuda 2012. Baterai tersebut memanfaatkan pasta yang telah mereka hasilkan dari lumpur Lapindo. Baterai ini akan bertahan hidup selama pasta itu kering dan dapat menyala selama 5 jam non stop.
- Lumpur lapindo pun saat ini menjadi objek wisata
Demikian tulisan sederhana ini tentang dampak lingkungan yang dapat kami jelaskan, untuk analisis putusan pada kasus ini akan kami bahas di tulisan berikutnya. Jika ada kesalahan dalam penulisan/arti mohon dikoreksi, diberi masukan, dan dimaafkan, semoga bermanfaat. Terimakasih.
Referensi dalam menulis didapat dari berbagai sumber. Tulisan ini menjadi tulisan yang tidak terpisahkan dari tulisan berikutnya mengenai “Revisit Kasus Pencemaran Lumpur Lapindo : Analisis Putusan Pengadilan.”